Monday, February 23, 2015

Kehancuran Uang Kertas Mengikuti Deret Fibonacci...



Oleh : Muhaimin Iqbal


Nah sekarang sebaliknya, bagi angka sebelumnya dengan angka sesudahnya...maka Anda akan selalu mendapatkan hasil angka 0.618.




Lantas apa istimewanya angka 1.618 dan 0.618 ini?. Ternyata angka ini banyak sekali kita jumpai di alam dan di tubuh kita. Barangkali ini antara lain yang diperintahkan Allah kepada kita untuk berpikir dalam surat Adz Dzaariyaat 21 “Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?”. Ternyata bilangan tersebut juga digunakan Allah untuk menciptakan keindahan tubuh kita.

Coba ukur bagian tubuh Anda di area-area berikut, maka Anda akan menjumpai angka Fibonacci tersebut :

1. Jarak antara ujung jari dan siku / jarak antara pergelangan tangan dan siku.
2. Jarak antara garis bahu dan unjung atas kepala / panjang kepala.
3. Jarak antara pusar dan ujung atas kepala / jarak antara garis bahu dan ujung atas kepala.
4. Jarak antara pusar dan lutut / jarak antara lutut dan telapak kaki.
5. dst. dst.

Lantas apa hubungannya ini semua dengan kehancuran Rupiah dan Dollar ?.

Allah menjanjikan keteraturan di bumi ini ; coba perhatikan ayat berikut “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah”. (QS. Al Mulk, 67: 3-4).

Dengan keteraturan pulalah Allah menghancurkan apa-apa yang di bumi, termasuk dalam memusnahkan Riba tersebut. Bahkan proses terjadinya kiamat-pun terurai secara rinci di Al-Quran dan Al Hadits, kejadiannya tahap demi tahap.

Di pasar modal, tahun 1937 ada ekonom yang terkenal R.N. Elliot yaang memperkenalkan teori gelombang yang disebut Elliot Wave Theory. Intinya naik turunnya harga saham juga mengikuti Deret Fibonacci tadi. Apabila kita bisa mengetahui kapan puncak yang satu, maka puncak berikutnya akan mendekati 1.618 kali puncak sebelumnya.

finbonaciDalam kaitan dengan nilai Dinar terhadap mata uang kertas Rupiah, titik puncak yang pertama dalam sepuluh tahun terkahir adalah di tahun 1998, sekarang sudah melewati puncak kedua. Bisa saja dalam waktu yang tidak terlalu panjang Dinar akan kelihatan lebih murah lagi, tetapi ini hanya sementara, selanjutnya akan menuju Deret Fibonacci berikutnya. Anggap puncak itu sekarang adalah Rp 1,096,900 per Dinar. Maka setelah menurun beberapa lama, harga Dinar insyaallah akan menuju puncak berikutnya yaitu 1.618 x Rp 1,096,900 atau berarti Rp 1. 8 juta, berikutnya lagi Rp 2.9 juta, Rp 4.6 juta, Rp 7.5 juta dst....sampai Rupiah benar-benar nggak ada nilainya.

Dollar Amerikapun demikian, puncak Harga Dinar tertinggi sebelumnya terjadi tahun 1980 dengan harga 1 Dinar setara US$ 88. saat ini harga Dinar yang mencapai US$ 116 masih belum mencapai puncak berikutnya. Berdasarkan Deret Fibonacci tersebut maka harga Dinar dalam waktu nggak terlalu lama insyaallah akan mencapai US$ 124. setelah itu akan turun sebentar, sebelum akhirnya rally menuju puncak-puncak berikutnya yaitu US$ 200 ; US$ 326, US$ 527 dst...sampai US$ benar-benar tidak ada nilainya.

fibonacci 2Rentang waktu antara puncak satu dengan puncak lainnya bisa panjang (lihat US Dollar) – bisa pendek (lihat Rupiah)– tetapi polanya jelas dan jaraknya dari puncak satu ke puncak lain untuk seluruh mata uang kertas makin lama makin pendek. Ini juga sejalan dengan salah satu Hadits Rasulullah SAW yang pernah saya baca – mudah-mudahan Allah mengampuni saya bila saya keliru – yaitu apabila awal tanda kiamat sudah terjadi – maka tanda-tanda berikutnya akan beruntun terjadi dengan sangat cepat seperti jatuhnya butiran rantai kalung yang putus talinya....

Tanda-tanda kehancuran mata uang kertas sudah sangat jelas...., mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran darinya.

*Catatan : Di pasar internasional yang pernah secara ringkas menggunakan Deret Fibonacci untuk analisa harga emas adalah Gold Price Organization, Ilmu duniawinya tulisan ini diilhami oleh analisa di situs mereka www.goldprice.org - saya hanya berusaha menambahkan sudut pandang saya sebagai seorang muslim melihat fenomena tersebut.



Prinsip 1/3 Dalam Pengelolaan Harta



Oleh : Muhaimin Iqbal

Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.




Nasihat ini sendiri berasal dari hadits Rasulullah SAW yang panjang sebagai berikut : Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kemu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).

Bayangkan, bila Allah mengirimkan awan khusus untuk menyirami kebun kita. Di kala orang lain kekeringan, lahan kita tetap subur. Di kala usaha lain pada bangkrut usaha kita tetap maju, dikala krisis moneter menghantam negeri ini – kita tetap survive. Dan ketika usaha kita berjalan baik sementara saudara-sauadara kita kesulitan. sepertiga hasil usaha kita untuk mereka – alangkah indahnya sedeqah ini.

Bagaimana kita bisa memperoleh pertolongan Allah dengan awan khusus tersebut ?, kuncinya ya yang di hadits itu : kita bersama keluarga kita hanya mengkonsumsi sepertiga dari hasil kerja kita. Sepertiganya lagi kita investasikan kembali, dan yang sepertiga kita sedeqahkan ke sekeliling kita yang membutuhkannya.

Karena janji Allah dan rasulNya pasti benar, maka kalau tiga hal tersebut kita lakukan – Insyaallah pastilah awan khusus tersebut mendatangi kita. Namun jangan dibayangkan bahwa awan khusus tersebut harus benar-benar berupa awan yang mendatangi kita. Bisa saja awan khusus tersebut berupa teman –teman kita yang jujur yang memudahkan kita dalam berusaha, atasan kita yang adil yang memperjuangkan hak-hak kita, atau karyawan kita yang hati-hati yang menjaga asset usaha kita, dan berbagai bentuk ‘awan khusus’ lainnya. Wallahu A’lam bis showab.


Friday, February 20, 2015

Mengapa Terjadi Kelaparan: Biji-Bijian Yang Dimakan



Oleh : Muhaimin Iqbal

Sebenarnya ada petunjuk yang sangat detil dan jelas untuk setiap problem kehidupan kita, hanya saja kita sering abai terhadap petunjuk tersebut. Dalam hal pangan misalnya, negeri agraris yang sudah hampir berusia 70 tahun ini masih jungkir-balik untuk sekedar memenuhi kebutuhannya sendiri saja yang belum juga kesampaian – apalagi membantu orang lain yang negerinya gersang.  Lantas bagaimana seharusnya kebutuhan mendasar kita dalam hal pangan ini dipenuhi ?



Kita yakin petunjuk itu ada di Al-Qur’an hanya tinggal pertanyaannya adalah bagian yang mananya yang bisa menuntun negeri ini untuk swasembada pangan. Untuk ini memang dibutuhkan utamanya ahli-ahli Al-Qur’an, kemudian juga orang yang bisa mengimplementasikannya di lapangan.

Dalam Al-Qur’an misalnya ketika Allah mengurutkan sesuatu yang sejenis atau sekelompok, maka urutan itu bukan sekedar urutan yang kebetulan. Urut-urutan itu menunjukkan tingkat kepentingan, keutamaan atau prioritas.

Misalnya ayat tentang sekelompok penerima zakat : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS 9:60)

Para ulama sepakat bahwa top priority untuk penerima zakat adalah orang-orang fakir selagi ada orang fakir tersebut, kemudian orang miskin dan baru yang juga berhak berikutnya. Nah sekarang bagaimana kalau kaidah yang sama ini kita terapkan untuk solusi swasembada pangan kita ?

Ketika Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan makanan kita (QS 80 : 24-32), urut-urutannya sebagai berikut : biji-bijian ; anggur dan tanaman bergizi; zaitun dan kurma, tanaman kebun, buah-buahan dan rerumputan.

Hal yang kurang lebih sama juga ketika kita diajari Allah untuk menghidupkan bumi yang mati (QS 36 : 33-35) dengan urutan sebagi berikut : biji-bijian yang dimakan, kurma dan zaitun.

Kita tahu bahwa biji-bijian yang disebut dalam dua surat tersebut adalah untuk biji-bijian yang dimakan karena di surat ‘Abasa memang konteksnya makanan, sedangkan di surat Yaasiin secara spesifik menyebutkan ‘…dari biji-bijian itu mereka makan’.

Dari dua surat tersebut Allah memudahkan kita agar tidak salah tanam, karena di ayat lain Allah juga memberi tahu kita bahwa ada dua jenis biji-bijian. Bij-bijian yang dimakan disebut ‘habba’, sedangkan biji-bijian yang tidak dimakan disebut ‘an-nawa’.

“Sesungguhnya Allah menumbuhkan biji-bijian yang dimakan (padi-padian, kacang dlsb) dan biji-bijian yang tidak dimakan (biji kurma – tidak dimakan tetapi untuk ditumbuhkan)…” (QS 5:95)

Nah sekarang bagaimana kita meng-aplikasikan petunjuk tersebut di lapangan ? Top priority kita dalam mengelola lahan pertanian di negeri ini – agar bisa makan secara cukup – mestinya mengikuti urut-urutan dalam petunjuk tersebut.

Kita harus mengutamakan tanaman biji-bijian yang dimakan, baik itu dari jenis padi-padian maupun dari jenis kacang-kacangan. Kedua jenis tanaman ini (padi-padian dan kacang-kacangan) telah disusun sangat Indah oleh Allah dalam memenuhi kebutuhan utama kita. 

Padi-padian secara umum mengisi kebutuhan kita akan karbohidrat, sedangkan protein maupun lemak kurang tersedia secara cukup pada padi-padian ini. Jadi kita tidak bisa hanya fokus pada tanaman padi-padian saja, musti melengkapi dengan tanaman kacang-kacangan.

Tanaman kacang-kacangan telah dipersiapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan kita akan protein (seperti kedelai yang berprotein sangat tinggi) dan lemak yang baik (seperti kacang tanah yang memiliki kandungan lemak/minyak yang sangat baik).

Sekarang kita bisa melihat bahwa dengan kombinasi padi-padian dan kacang-kacangan, maka kebutuhan unsur-unsur utama dari makanan kita terpenuhi dengan sangat baik.

Lantas apa yang terjadi di lapangan ? Tanaman padi di Indonesia ada sekitar 13.8 juta hektar, asumsinya per hektar bisa memproduksi 5 ton saja – maka kita bisa memproduksi sekitar 69 juta ton – jumlah yang kurang lebih cukup untuk menutupi kebutuhan kita akan karbohidrat.

Tetapi bagaimana dengan kebutuhan protein dan lemak yang baik ?, Berdasarkan datanya BPS sampai tahun 2013 Indonesia hanya punya tanaman kedelai seluas kurang lebih 551,000 ha dengan produksi rata-rata sekitar 1.42 ton/ha atau total produksi hanya sekitar 780,000 ton – jumlah yang sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan protein 250 juta penduduk.

Kacang tanah kurang lebih juga demikian, tahun 2013 kita hanya memiliki tanaman sekitar 520,000 ha dan hasil rata-rata 1.35 ton/ha atau sekitar 700,000 ton kacang tanah. Lagi-lagi ini adalah jumlah yang sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan lemak yang baik dari 250 juta penduduk. Untuk kebutuhan lemak ini memang relatif ada solusinya – meskipun belum sebaik lemak dari biji-bijian, yaitu lemak dari minyak kelapa sawit.

Sekarang kita bisa melihat lebih jelas peta problem mendasar kita yaitu potensi krisis pangan yang khususnya untuk pemenuhan kebutuhan akan protein. Mau dipenuhi dari mana ?, dari protein hewani ? produksi protein hewani lebih banyak lagi membutuhkan resources berupa lahan untuk produksi pakannya  dan air.

Mau impor saja ? ada segudang masalah dengan ketergantungan impor ini. Pertama kontinyuitas supply-nya tidak terjamin, maka demikian pula dengan harganya. Kedua kita tidak tahu persis apa yang ada dalam biji-bijian impor tersebut, bahkan untuk kedelai datanya sangat kuat bahwa yang kita impor adalah kedelai GMO – yang bahanya terus perlu diwaspadai. Ketiga ya kita tidak memiliki tingkat keamanan pangan- food security – yang dibutuhkan bila kita terus bergantung pada impor.

Maka solusi terbaiknya ya kita harus mulai memprioritaskan alokasi penggunaan lahan seperti di dalam ayat-ayat tersebut di atas, fokuskan pada biji-bijian yang dimakan (padi maupun kedelai dan kacang tanah) , baru kemudian untuk tanaman-tanaman yang lain.

Dalam hal biji-bijian pun challenge-nya bukan pada produksi beras karena untuk ini sudah seharusnya kita mandiri, challenge yang sesungguhnya adalah pada biji-bijian penghasil protein tinggi seperti kedelai. Maka challenge ini juga menjadi peluang terbesar kita untuk mata pencaharian, investasi sekaligus berkhidmat untuk memenuhi kebutuhan sesame. InsyaAllah.


Hiduplah dengan Tujuan




Apa tujuan hidup Anda? Ketika perjalanan hidup Anda tidak bertujuan, perhatian Anda akan mudah teralihkan, Anda gampang terombang-ambing dan terbawa arus tanpa arah. Dengan tujuan, kehidupan Anda seperti kepingan teka-teki yang saling melangkapi. Hidup dengan tujuan  menurut saya terjadi tatkala Anda melakukan apa yang Anda cintai dan kuasai untuk meraih sesuatu yang penting bagi hidup Anda.




Ketika Anda benar-benar hidup dengan tujuan, orang-orang, sumberdaya dan peluang yang Anda perlukan dengan sendirinya bergerak menghampiri Anda.  Dunia juga merasakan manfaatnya, karena ketika Anda bertindak sesuai tujuan hidup Anda yang sebenarnya, semua tindakan Anda dengan sendirinya berguna bagi orang lain.

Tujuan hidup saya adalah menginspirasi dan memberdayakan orang-orang untuk meraih kehidupan terbaik, kehidupan suksesmulia. Karena saya memiliki tujuan hidup maka semua energi saya arahkan untuk mencapai tujuan itu. Saya tidak mengenal lelah, saya rela berkunjung hingga pelosok daerah, saya rela tidak dibayar, saya rela mengurangi waktu tidur saya selama itu berhubungan dengan menginspirasi dan memberdayakan orang.

Tanpa tujuan sebagai kompas untuk membimbing Anda, target dan rencana tindakan Anda mungkin pada akhirnya tidak memenuhi kebutuhan Anda. Tentu Anda tidak mau sampai di anak tangga tertinggi hanya untuk menemukan bahwa Anda telah menyandarkan tangga itu di tembok yang salah. Segeralah temukan apa tujuan hidup Anda, jangan Anda menyesal dikemudian hari karena Anda telah menaiki anak tangga yang salah.

Insan suksesmulia, apa tujuan hidup Anda? Apa peran atau kenangan yang akan Anda tinggalkan di alam semesta? Apa yang akan Anda banggakan ketika kelak Anda dipanggil pulang oleh-Nya. Ingatlah, harimau mati meniggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Saya berharap nama Anda tidak terkubur bersamaan dengan dikuburnya raga Anda ke dalam tanah.

Salam SuksesMulia!


Potensi dan Manfaat Daun Kelor yang Diabaikan




Oleh : Muhaimin Iqbal

Dalam pepatah ‘dunia tidak sesempit daun kelor’ – daun kelor diartikan sebagai sesuatu yang sempit atau kecil. Tidak banyak yang tahu bahwa arti (manfaat) harfiah daun kelor sesungguhnya sangat luas. Badan dunia WHO bahkan sudah 40 tahun terakhir menggunakan daun kelor ini untuk mengatasi malnutrisi pada anak-anak di negeri yang mengalami krisis pangan. Daun kelor insyaAllah bisa menjadi salah satu unggulan Indonesia di pasar MEA, bahkan pasar global nantinya. How?



Di dunia pesantren saya waktu kecil, Pak Kyai suka mengobati orang dengan daun kelor ini. Baik penyakit yang sifatnya fisik seperti luka dan korengan, sampai penyakit non fisik seperti gangguan setan. Pak Kyai pasti tidak sembarang mengobati, beliau punya dasar.

Mengenai daun kelor atau minyak dari buah kelor untuk mengusir setan  misalnya – ada di kitab Tibb al-A’immah, saya tidak mengenal siapa penulisnya. Yang lebih kuat dari ini adalah kitab Ath_Tibbun Nabawi-nya  Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Dalam kitab yang terakhir ini yang disebut adalah minyak minyak Baan atau minyak ben, digunakan bila minyak yang terbaik yaitu minyak zaitun tidak tersedia.


Pohon, daun dan buah kelor

Minyak ben (ben oil) dalam Encyclopedia of Islamic Herbal Medicine dihasilkan dari tanaman yang nama latinnya Moringa oleifera atau dalam bahasa kita dikenal sebagai pohon kelor (Jawa, Sunda, Bali dan Lampung), kerol (Buru), Maronggih (Madura), drumstick , miracle tree, magic tree, tree of life, the tree of paradise, mother best tree (Inggris), kalor, marunggai dan sajian (Melayu).

Meskipun seluruh pohon kelor mulai dari akar, pohon , daun dan buah-nya bermanfaat, daun dan buahnya yang sangat berpotensi untuk digarap secara serius menjadi unggulan komoditi kita. Kelor memang bisa tumbuh di seluruh dunia, tetapi habitat terbaiknya adalah negeri panas tropis – dan itu berarti Indonesia banget.

Daunnya memiliki nutrisi yang sangat lengkap, daun basahnya saja mengandung karbohidrat 12.5 %,  protein sampai hampir 7 % disamping kaya dengan vitamin A,  B1, B2, C, Calcium, Kalium dan berbagai mineral lainnya. Dalam kondisi kering, daun kelor memiliki kandungan protein sampai 27 %, tidak heran WHO menjadikan daun kelor ini untuk mengatasi malnutrisi di sejumlah negara.

Sekedar menunjukkan perbandingannya, dengan berat yang sama vitamin C yang ada di daun kelor segar 7 kali lebih banyak dari yang ada pada jeruk,  Vitamin A-nya 4 kali dari yang ada di wortel, Calciumnya 4 kali dari yang ada di susu, Kaliumnya  3 kali dari yang ada di pisang, dan proteinnya 2 kali dari yang ada di yoghurt. Bisa dibayangkan dasyatnya nutrisi yang ada  didalamnya bila kita buat ekstrak segar daun kelor !

Khasiat daunnya terhadap upaya penyembuhan penyakit juga sudah sangat banyak diriset di berbagai negara, antara lain bersifat antimicrobial, antiinflammatory, antioxidant, menurunkan tekanan darah, menurunkan kolesterol jahat, menurunkan gula darah, melindungi hati, antitumor, melancarkan darah dan kerja jantung.

Sebagaimana Ibnu Qayyim dalam kitab tersebut menyandingkan minyak terbaik yaitu minyak zaitun dengan minyak ben atau minyak kelor ini, maka kurang lebih seperti inipula kita menyandingkan produk unggulan kita zaitun dengan potensi unggulan lokal yaitu kelor.

Hubungan zaitun dan kelor itu seperti negeri Syam dan negeri kita Indonesia. Bahwa pohon zaitun diberkahi oleh Allah itu sudah pasti ( QS 24:35) demikian pula dengan negeri Syam (QS 17:1), kita di Indonesia juga bisa diberkahi tetapi bersyarat – yaitu bila penduduknya beriman dan bertakwa (QS 7 : 96).

Maka demikianlah pohon kelor yang kita gunakan sebagai makanan suplemen dan sarana pengobatan, insyaAllah bisa mendatangkan keberkahan bila kita penuhi syaratnya – yaitu menggunakannya dengan keimanan dan ketakwaan kita. Yang paling sederhana ya kita tidak meyakini bahwa kelor ini yang menyembuhkan – hanya Allah-lah yang menyembuhkan (QS 26:80), sedangkan kelor hanyalah salah satu sarana saja.

Meskipun hanya sebagai salah satu sarana penyembuhan, secara ekonomi kita punya peluang terbaik dibandingkan dengan negeri-negeri lain. Masyarakat kita sudah sangat mengenal kelor ini – sampai ada pepatah ‘dunia tidak sesempit daun kelor ‘ tersebut di atas.

Kelor mudah ditanam, bahkan cabang yang ditancapkan untuk pagar-pun bisa tumbuh. Artinya bila kita belum bisa memproduksi zaitun dalam jumlah besar, second best-nya kita punya kelor yang siap dikembangkan secara terstruktur, massif dan massal (TSM). Baik untuk pengobatan maupun untuk makanan suplemen pendongkrak gizi seperti yang dilakukan oleh WHO tersebut di atas.

Lebih-lebih Alhamdulillah kita juga sudah diberi ilmu olehNya untuk mengolah daun kelor ini, yaitu dengan ilmu yang sama yang kita gunakan untuk mengolah daun zaitun dengan teknologi CWFE-CHD (Cold Water Fresh Extraction with Controlled Humidity Drying).

Dengan teknologi ini, nutrisi yang ada di daun kelor hasil ekstraksi akan secara maksimal dipertahankan, terjamin kehalalannya karena proses ekstraksi hanya menggunakan air dingin. Dengan teknologi ini secara harfiah kita bisa makan pagar yang bergizi tinggi !

Dunia butuh sumber-sumber gizi baru, butuh obat yang aman dan khusus umat muslim juga harus terjamin kehalalannya – salah satunya sudah ada di sekitar kita, yang kita lakukan tinggal mensyukurinya dengan memanfaatkannya untuk kepentingan umat manusia seluruhnya.

Sayangnya, sudah 30 tahun lebih saya meninggalkan pesantren kecil di desa – dimana pohon kelor ada di pekarangan kita, bagi para pembaca yang mau beramal shaleh dengan membantu saya menemukan kembali bibit-bibit kelor khususnya stek batang – agar cepat bisa kita budidayakan – saya akan sangat berterima kasih.

Atau kalau tidak , di desa Anda mungkin sudah banyak tanaman ini – bisa mulai kita data dan kumpulkan potensi produksinya, kita bangun jaringan pemasarannya – insyaAllah bisa menjadi komoditi unggulan baru bagi kita semua.

Bila zaitun produksinya sudah dikuasai Eropa - nama ilmiahnya-pun disebut Olea europaea, sulit kita mengejar keunggulan Spanyol, Italia, Yunani dlsb. Yang sedang kita upayakan hanyalah insyaAllah unggul di tingkat Asia, maka kita perkenalkan visi Olea.Asia.

Namun tidak demikian dengan kelor, sejauh ini belum ada satupun negeri yang bisa meng-klaim unggul di bidang produksi kelor. Kitalah yang berpeluang terbaik untuk itu, selain buminya sudah cocok – juga tidak perlu lahan pertanian baru untuk ini.

Cukup kita mengganti pagar-pagar beton ataupun pagar tanaman yang belum kita tahu manfaatnya, dengan pagar yang lebih indah, lebih alami dan lebih bermanfaat, yaitu dengan batang-batang pohon kelor. Berbeda dengan pepatah yang sudah mendarah daging tersebut, bagi kita dunia bisa menjadi lebih luas (berkah) dengan daun kelor, InsyaAllah.

Sumber : geraidinar.com
Dengan pengubahan judul


Thursday, February 19, 2015

Tiga Langkah yang Sebaiknya Dilakukan Sebelum Memberi atau Menerima Kabar




"TRIPLE FILTER Test" dalam menyampaikan kabar berita...

Di Yunani kuno, Socrates terkenal memiliki pengetahuan yg tinggi dan sangat terhormat.
Suatu hari seorang kenalannya bertemu dengan filsuf besar itu dan berkata, "Tahukah Anda apa yang saya dengar tentang sahabat Anda?"
"Tunggu sebentar," Socrates menjawab. "Sebelum Anda menceritakan apapun pada saya, saya akan memberikan suatu test sederhana yang disebut Triple Filter Test.




Filter petama adalah KEBENARAN,
"Apakah Anda yakin bahwa apa yg akan Anda katakan pada saya itu benar?"
"Tidak", jawab orang itu, "Sebenarnya saya HANYA MENDENGAR tentang itu".
"Baik", kata Socrates. "Jadi Anda tidak yakin itu benar. Baiklah sekarang saya berikan filter yang kedua".

Filter ke 2 adalah KEBAIKAN,
Apakah yang akan Anda katakan tentang sahabat saya itu sesuatu yg baik?"
"Tidak, malah sebaliknya..."
Jadi, Socrates melanjutkan, "Anda akan menceritakan sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar". Anda masih memiliki satu kesempatan lagi, masih ada satu filter lagi, yaitu filter ke 3.

Filter ke 3 adalah KEGUNAAN,
Apakah yang akan Anda katakan pada saya tentang teman saya itu berguna bagi saya?"
"Tidak, sama sekali tidak"...
Jadi, Socrates menyimpulkannya, "Bila Anda ingin menceritakan sesuatu yg belum tentu benar, bukan tentang kebaikan, dan bahkan tidak berguna, mengapa Anda harus menceritakan itu kepada saya?"

Itulah mengapa Socrates dianggap filsuf besar dan sangat terhormat.
Kawan-kawan, gunakan triple filter test setiap kali Anda mendengar sesuatu tentang sahabat anda. Jika bukan KEBENARAN, bukan KEBAIKAN, dan tidak ada KEGUNAAN positif, tidak perlu anda terima. Dan apabila anda terlanjur mendengarnya, jangan sampaikan pada orang lain, dan jangan menyakiti hati orang lain...

Semoga bermanfaat untuk sahabat-sahabat


Sumber: facebook.com

Friday, February 13, 2015

Please, Jangan Ada Bunga di Antara Kita



Salah satu yang membedakan antara keuangan konvensional dan keuangan syariah adalah ketiadaan transaksi riba dalam keuangan syariah. Transaksi riba yang paling banyak terjadi adalah membungakan uang. Menganggap uang bisa berkembang dengan sendirinya seiring waktu dengan cara dipinjamkan kepada orang lain.



Seseorang yang punya modal besar bisa membungakan uang, dan secara otomatis uangnya bertambah, dan terus bertambah seiring waktu tanpa harus melakukan apapun, dan tanpa menanggung risiko apapun. Sedangkan pengguna modal tersebut, harus menanggung risiko kerugian jika dagangannya tidak laku. Pemodal tak mau tahu, yang penting uangnya terus berbunga. Dampaknya adalah si kaya akan bertambah kaya apapun yang terjadi dengan ekonomi. Dan yang miskin akan bertambah miskin karena harus membayar bunga walaupun bisnsinya merugi.

Hal ini tidak sesuai dengan prinsip keadilan dimana seharusnya semua orang punya kesempatan yang sama untuk berusaha mensejahterakan dirinya. Dengan sistem bunga, penguasa ekonomi adalah penguasa modal. Bukan yang paling kreatif, yang paling kerja keras, atau yang paling lihai menjual.

Selain itu, sistem bunga juga membuat seseorang menjadi malas. Orang yang punya banyak uang, tidak perlu lagi bekerja. Dia diam saja pun keuntungan yang pasti sudah bisa diperolehnya. Mental mau untung sendiri tapi tak mau ikut tanggung risiko ini saya sebut dengan mental deposan. Mental orang-orang yang hanya mau untung besar, pasti dapat dan tidak tanggung risiko merugi.

Bagaimana solusi yang diberikan oleh sistem keuangan syariah? Sistem keuangan syariah membedakan antara transaksi sosial dan transaksi bisnis. Meminjamkan uang adalah transaksi sosial, karena biasanya yang meminjam uang tentulah hanya orang yang kepepet perlu uang dan tujuannya pun tentu untuk survival saja. Misalnya, pinjam uang untuk berobat, pinjam uang untuk makan dan sejenisnya. Maka untuk pinjam uang, harus dikembalikan dengan jumlah yang sama. Tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjamkan uang.

Ekonomi syariah mendorong semua orang untuk berbisnis, minimal secara pasif dengan uangnya saja tidak dengan tenaga dan waktunya. Yang punya modal uang tapi tak punya keahlian untuk bisnis didorong untuk bersinergi dengan yang punya keahlian tapi tak punya modal. Maka untuk yang perlu tambahan modal bisnisnya, pinjam uang bukanlah solusinya. Tapi mengajak orang lain untuk berbisnis dengan cara berkongsi, jual-beli, sewa-menyewa, dan lain sebagainya.

Jika yang diperlukan adalah modal uang segar untuk membayar gaji dan biaya operasional lainnya. Atau perlu tambahan modal dalam jangka panjang. Maka solusi paling benar adalah dengan cara transaksi bagi hasil. Pemodal menempatkan dana, pengusaha mengolahnya dalam bisnis. Untung dibagi bersama, rugi dibagi dengan batasan tertentu.

Jika perlu modal tambahan untuk pengadaan barang tertentu. Misalnya perlu kendaraan, mesin produksi, bahan baku, dan lain-lain yang bersifat nyata jangan pinjam uang. Karena pinjam uang bukan transaksi bisnis. Solusi terbaik adalah dengan transaksi jual-beli. Minta pemodal untuk membelikan barang tersebut di supplier, lalu kita membeli dari si pemodal dengan harga cicilan yang disepakati. Mirip dengan pinjam uang lalu bayar cicilan, tapi dengan jual-beli kita mengajak si pemodal untuk berbisnis, bukan menjadi “petani bunga” saja.

Jika perlu tambahan modal untuk sewa gedung kantor yang perlu dibayar sekaligus di muka. Bisa juga dengan cara meminta pemodal untuk menyewakan gedung tersebut dari pemiliknya. Dan kita menyewa dari si pemodal dengan cicilan per bulan agar lebih ringan. Jika pinjam uang dengan bunga, pemilik uang tidak berbisnis apa-apa. Tapi dengan cara sewa-menyewa, pemilik uang pun ikut berbisnis. Itu yang diinginkan ekonomi syariah. Semua orang bisnis, bukan menjadi “petani bunga” saja.

Dengan membelikan barang atau menyewakan manfaat, maka si pemodal ikut berbisnis dan menanggung kerugian. Begitu juga dengan tanamkan modal untuk bagi hasil, si pemodal ikut memikirkan bagaimana agar bisnisya menjadi maju karena jika bisnisnya merugi ia juga akan ikut rugi. Keadilan inilah yang diharapkan. Pemodal tak cuma ongkang-ongkang kaki, tapi minimal mendoakan partnernya agar bisnisnya menguntungkan.

Please, jangan ada bunga di antara kita. Mari kita berbisnis saja.


Salam Berkah,

Ahmad Gozali @ahmadgozali


Sumber: gozali.id

Tuesday, February 10, 2015

Ilmuwan Kelas Kambing



Oleh Dr Adian Husaini


Pada 7 November 2013, Unversitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, menggelar acara menarik: “Seminar Nasional tentang Sains Islam”. Ini acara menarik. Sekitar 150 orang guru menghadiri acara itu. Sebagai pembicara pertama, saya membahas tentang definisi “Sains Islam” dan perlukah ada “Sains Islam”?



  

Tidak sedikit orang yang masih berpendapat, bahwa Sains itu netral sifatnya. Tidak bersifat Islam, Kristen, Yahudi, atau Hindu. Buktnya, kata mereka, jika kyai atau pastor dilempar dari pesawat terbang, pasti akan mati. Saklar listrik dipencet oleh siapa pun -- mukmin atau kafir -- akan berdampak sama pada bola lampu salurannya. Benarkah begitu?

Tetapi, saat ini, kita sudah mengenal berbagai istilah yang menempelkan kata “Islam” di belakangnya, semisal: ekonomi Islam, asuransi Islam, bank Islam, sekolah Islam, rumah sakit Islam, universitas Islam, partai Islam, dan sebagainya. Nah, apakah salah, jika kata “Islam” juga ditempelkan pada kata “Sains”, sehingga menjadi istilah baru “Sains Islam”. Sebagaimana kata-kata lainnya, “Sains Islam” memiliki makna yang berbeda dengan sains sekuler yang sudah populer dengan sebutan “western science”atau “Sains Barat”.

Sudah banyak ilmuwan yang memberikan kritik terhadap sains Barat sebagai pembawa bencana bagi umat manusia. Salah satu yang cukup vokal dalam menyurakan hal ini adalah Seyyed Hossein Nasr. Ia mencatat: “To day more and more people are becoming aware that the applications of modern science, a science witch until a few decades ago was completely Western and which has now spread to other continents, have caused directly or indirectly unprecedented environmental disasters, bringing about the real possibility of the total collapse of the natural order.” (Lihat, Seyyed Hossein Nasr, The Need for a Sacred Science, (New York: State University of New York Press, 1993)

Jadi, kata Hossein Nasr, kini makin banyak orang yang sadar akan aplikasi sains modern yang total bersifat Barat (western) yang secara langsung atau tidak telah menyebabkan kehancuran lingkungan, bahkan berimplikasi pada kehancuran tatanan alam secara total. Jadi, memang ada “Sains modern”, “Sains Barat”, yakni sains yang dipandang bertanggung jawab terhadap kerusakan di alam ini. Sains Islam tentu berbeda dengan sains seperti itu. Apa itu?

****

Sains sejatinya bukan sekedar fakta ilmiah. Tapi, sains juga melibatkan manusia yang memiliki cara pandang tertentu terhadap fakta. Muslim memandang bahwa alam semesta, termasuk dirinya sendiri, adalah “ayat-ayat Allah”. Ia sadar dirinya adalah hamba Allah dan khalifatullah. Banyak ayat al-Quran memerintahkan agar manusia menggunakan akal, mata, dan telinganya untuk memahami ayat-ayat Allah, sehingga ia mencapai ma’rifatullah; ia dapat mengenal Allah melalui ciptaan-Nya.
Manusia yang gagal mengenal Tuhannya, meskipun rajin mengamati fenomena alam,  maka akan jatuh martabatnya ke derakat binatang ternak; bahkan lebih hina lagi. (QS 7:179). Jika ia seorang ilmuwan, maka kelasnya setingkat dengan kelas binatang ternak; atau ilmuwan kelas kambing, dan jenis-jenis ternak lainnya. Ilmuwan yang gagal menemukan dan mengenal Tuhan, akan menjalani kehidupan laksana binatang ternak: hanya mengejar syahwat demi syahwat; tak kenal kebahagiaan sejati dalam ibadah kepada Sang Pencipta.

Sungguh ironis, jika pelajaran sains di sekolah-sekolah dan kampus dijauhkan dari Tuhan. Itulah sains ateis, sains sekuler, yang menjauhkan manusia dari Tuhannya. Para ilmuan yang dihasilkannya tidak mengakui wahyu Allah sebagai sumber ilmu. Mereka hanya mengenal sumber ilmu dari panca indera (ilmu empiris) dan akal (rasional). Akibatnya, mereka tidak semakin dekat (taqarrub) kepada Allah.

Sains sekuler atau Sains ateis seperti itu sangat tidak kondusif untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang bertujuan membentuk manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana ditegaskan dalam UU No 20 tahun 2003. Juga, UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengemanahkan: Pendidikan Tinggi bertujuan, antara lain: berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, danberbudaya untuk kepentingan bangsa.

Sains Islam sangat tepat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional semacam itu. Ilmuwan yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, hanya mungkin terwujud  jika ilmu yang dipelajarinya adalah ilmu yang benar; ilmu yang membawa manusia kepada ketundukan kepada Allah; bukan ilmu yang membawa manusia kepada kesombongan, seperti sifat Iblis.
Jadi, Sains Islam bertujuan membentuk ilmuwan kelas mukmin dan muttaqin; bukan ilmuwan kelas kambing. Wallahu a’lam bish-shawab. (***) (artikel ini dimuat di majalah Hidayatullah, edisi Desember 2013).