Monday, February 9, 2015

Makna Tersirat Dibalik Lagu Gundul-Gundul Pacul




Ada yang menarik dari sebuah kajian tentang lagu dolanan Jawa yang sudah lama dikenal oleh masyarakat luas secara turun temurun. Lagu ini judulya Gundul-Gundul Pacul. Syairnya sangat sederhana dan banyak anak-anak Jawa yang hafal semuanya. Namun siapa sangka jika lagu sederhana ini ternyata memiliki makna filosofis kehidupan yang sangat dalam?



Mari kita simak filosofi Lagu Gundul-Gundul Pacul, yang banyak tersebar di media sosial.

“Gundul-gundul Pacul Cul
Gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul kul
Gembelengan

Wakul nggelimpang segane
dadi sak latar 2x”

Gundul adalah kepala, dan orang jawa seringkali menggunakan istilah ini untuk kepala yang tidak memiliki rambut alias plontos. Namun kita akan melihat ‘kepala’ itu sendiri yang dianggap selama ini oleh para kawula sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Sedangkan pacul: adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul artinya: bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Ada juga menurut Orang Jawa yang memaknai pacul sebagai papat kang ucul (empat yang lepas).

Artinya bahwa: kemuliaan seseorang akan sangat tergantung kepada empat hal, yaitu: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. Karena itu ‘Gundul-gundul Pacul’ bisa dimaknai dengan dua hal:

Seorang pemimpin harus amanah, jangan hanya memikirkan kehormatannya. Gambaran seorang pemimpin yang tidak amanah, yang sudah kehilangan empat indra dan tidak sanggup lagi untuk menggunakan empat indra tersebut sebaik-baiknya.

Adapun Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Jadi, “Gundul-gundul pacul cul gembelengan’ artinya seorang pemimpin yang sejatinya harus menunaikan amanah rakyat ternyata menjadi sombong, selengekan, clelak-clelek, dan menjadikan kehormatannya sebagai sebuah permainan.

Sedangkan ‘Nyunggi-nyunggi wakul kul” artinya seorang pemimpin harus selalu nyunggi wakul (memikul bakul/tempat nasi, yang berarti mengupayakan kesejahteraan rakyat dan menjunjung amanah rakyat)

Namun dalam realitasnya sering ditemui pemimpin yang ‘nyunggi-nyunggi wakul kul gembelengan’ atau pemimpin yang hanya mementingkan perut dan udelnya sendiri akhirnya wakul ngglimpang (amanah jatuh tidak dapat dipertahankan). Segane dadi sak latar (berantakan sia-sia, tak bisa bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat)

Inti sarinya, mari kita memilih pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab. Bukan pemimpin yang mementingkan kepentingannya sendiri. Sedang bagi para pemimpin sudah menjadi kewajiban kalian untuk menggunakan empat indra dengan sebaik mungkin agar tidak lepas hingga kalian mengabaikan amanah dan sia-sia.

Sumber: eramuslim.com

Dengan sedikit editan

No comments:

Post a Comment